Kamis, 04 Februari 2010

Haaiiiiyyyyyy

Nggak lucuuuuuu... udah banget nggak posting niy, hiksss...

Hmmm... habis sakit, 3 minggu lebih. Kena serangan vertigo lagi tanggal 17 Jnauari yang lalu, so nggak bisa lama2 nongkrong di depan kompi, nggak enak kerja dan nggak asik juga mau ngapa ngapain...
Hari ini, more better, udah 2 hari nggak dapet bonus sakit kepala, hehe...
Jangan lagi deeeeehhhhhh...kapooookkkkk....

Dan hari ini, belum tau mau nulis apa...
Cuma mau nongol aja, hihihihi... Berharap semakin membaik aaahhhhh...

Jumat, 08 Januari 2010

Andai Kubisa Berlari

Awalnya, takut...deg degan….sungguh, bingung kalau ada panggilan konsultasi untuk klien KTD remaja.

Semakin saya sering bertemu dengan mereka, semakin saya berpikir remaja KTD biasa aja. Semakin saya merasa, kalau mereka datang dan saya dengarkan curhat mereka adalah pekerjaan saya sehari hari.
Semakin pula saya terbiasa dengan isak tangis, ungkapan penyesalan, kalimat keputus asaan, amarah, kebencian, bahkan wajah wajah kelu yang (seolah) kehilangan masa depannya. Sungguh...

Tapi, lubuk hati saya terdalam seringkali bertanya, saya udah resisten (kebal) atau sekadar terbiasa aja dengan kondisi ini ya...

Kurang lebih setahun yang lalu, datang seorang remaja lengkap dengan ayah ibunya. Saya baca di lembar CM nya, alamatnya sangat saya kenal, tapi saya nggak kenal dia, pun ayah ibunya. Ah, sudahlah...walaupun "tetangga" anggap aja nggak tau. Bismillah, saya pun mulai konsultasinya.

Hmmm... ternyata saya memang nggak kenal dia dan saya nggak pengen tahu siapa dia, kecuali alasan kedatangannya ke klinik dan hal hal yang berhubungan dengan kehamilannya. Sampai selesai, ayah ibunya "ngotot" membuang janinnya dan jawaban saya sama, saya nggak bisa bantu. Saya cuma bisa sarankan dia untuk tinggal di PIA/shelter sampai bayinya lahir.

Dan karena "ngotot", mereka pun pulang. Nggak lupa saya tinggalkan nomor hape saya, kalau sewaktu waktu mereka berubah pikiran.

Benar, 2 hari kemudian ayahnya telepon saya dan memutuskan utuk tinggal di PIA. Di hari yang dijanjikan, kami pun bertemu untuk mengantar si anak ke PIA. Waktu di PIA itulah, sambil nunggu suster urus administrasi "penitipannya" kami berbincang dan dari mulut beliau sendiri saya jadi tahu siapa beliau. Sungguh saya nggak bertanya apapun tentang siapa beliau sesungguhnya.
Dan saya sadar betul ketika beliau pun lalu tahu asal saya dari mana. Bagaimana khawatirnya beliau karena bertemu dengan "tetangga" dalam keadaan begini, karena masa kecil saya dulu, saya habiskan di tempat dimana mereka tinggal sekarang...

Setahun kemudian, kemarin sore, saya alami hal yang serupa. Kali ini bukan "tetangga" sih. Kali ini dia juga bukan klien saya, saya cuma kebagian tugas untuk mengantar yang bersangkutan ke PIA. Kali ini, yang bersangkutan adalah orang orang yang adik saya kenal persis dengannya...
Itupun saya tahu secara nggak sengaja. Lagi, sembari menanti suster beresin administrasi "penitipannya", kami pun berbincang. Dan, saya pun paham mengapa harus secepat ini masuk PIA, saat kehamilannya belum juga genap 16 minggu. Oke lah Pak kalo begitu, hehe...

Jujur, yang saya rasakan sekarang berbeda lagi.
Awalnya takut, lalu saya merasa saya mulai terbiasa bahkan cenderung kebal dengan itu semua, sekarang saya rasakan sedih betul. Sungguh, sedih. Atau mungkin tepatnya kembali ke perasaan awal, takut_cemas.

Saya merasa satu per satu orang orang dekat saya mulai ”bermunculan”. Dan saya sama sekali belum siap seandainya yang datang benar benar mereka yang ada ”di hati” saya. Entah saya bakal ngomong apa kalau itu benar benar terjadi *huh! Naudzubillah*

Belum bisa menyimpulkan apapun. Cuma keprihatinan saya aja yang baru bisa saya sampaikan. Sejauh ini, saya coba lakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Terutama untuk anak anak saya dan saudara saudara saya yang selalu ada di hati.

Kangen banget teman teman yang udah menemani saya lewati masa remaja saya dengan sangat indah.
Rindu sangat teman teman saya, berbincang banyak ”hal nggak penting” dari pagi hingga pagi lagi.
Ingin banget ketemu kalian semua, berbagi lagi, berkisah lagi...tertawa, berlari, tersedu...daaann... b e r p e l u k a a a a a a n, hehe...

Rabu, 06 Januari 2010

(kali ini) Cerita Daffa


Geli deh denger cerita Esta semalem...

Ini soal Daffa, yang dapet tugas bikin cerita liburannya kemaren.
Nggak jelas pelajaran apa. Dan nggak terlalu detil juga ceritanya, wong Esta juga nggak baca seluruh isi cerita yang ditulis Daffa karena terlanjur dikomentarin sana sini sama Bapak Ibunya, hehehe....
Rata Penuh
Oiya...
Daffa itu anak tante saya, sekarang 8 tahun, kelas 3 SD. Jadi otomatis manggil saya Mbak Pipiet, ke suami saya Mas Abror dan ke adik saya Mbak Esta. Tapi dia cuuurraaaannngg nggak mau dipanggil "Om" sama Rafa, maunya dipanggil Kakak Daffa, hehe...
Yo wiiiissss nggak papa deh, kita simak aja cerita Kakak Daffa yuuuk...

Awalnya Esta bilang gini "eh, nama kita berempat disebut Daffa lho di tugas sekolahnya".
Jadi dia disuruh menceritakan cerita liburannya kemarin. Yang dia tuliskan adalah waktu dia pergi bareng saya ke Tegal.
Kata Esta "Aku liburan yang lalu pergi ke Tegal naik bis. Bersama Rafa, Mbak Pipiet dan Mas Abror. Pagi itu diantar Mbak Esta ke terminal bis...bla bla bla".

Esta juga nggak ngelanjutin sih isinya apa lagi, dia udah keburu "bangga" aja disebut di tulisan Daffa.
Yang bikin geli, habis itu Bapak Ibunya Daffa "protes".
"lho, kok nggak yang dapet kejutan sulap di Pring Sewu, Daf?"
"Atau itu lho, orang yang jatuh dari mobil waktu perjalanan kita ke Tegal Daf"
"Atau yang anu Daf"
"Yang ini Daf"
"Yang itu Daf"

Wakakakak....
Kata Esta, Daffanya cuek aja, nggak comment apapun dan tetap melenggang dengan karya pertamanya. Tentang enjoy nya dia pergi ke Tegal naik bis. Tentang kehangatan yang kita bangun waktu liburan kemarin.

Kesimpulan yang diambil bareng Esta semalam adalah YANG BERKESAN ITU YANG DATANG DARI HATI.
Hmm... kayaknya tante saya perlu belajar banyak dari kami ini para keponakannya, bagaimana tulus memberi untuk anak anak kita. Bagaimana kasih sayang yang kita berikan "tepat sasaran" dan "nggak maksa".

Saya, suami saya dan adik adik saya bukan orang yang sempurna.
Kami cuma berikan apa yang Daffa "perlukan", kadang kadang dengan kejutan kejutan kecil dan tentu aja kalau udah "kumpul" bareng, kami bisa "menggila" yang ala Daffa, ala anak 8 tahunan.
Kami cuma berusaha bersikap nggak jaim, nggak terlalu banyak aturan dan berusaha menikmati apa yang Daffa nikmati juga.
Itu yang kami sebut YANG BERKESAN ITU YANG DATANG DARI HATI.

We love Daffa...
and the world he has right now...
and also things he likes to do or to have...
keep smile ya Daff... We are here for you ^o^