Rabu, 21 Oktober 2009

Kenapa Musti KTD Sih?

Abrorku, sekarang ini lagi mau susun tesisnya.
Aku siy sebenernya heran banget, tu orang kok luck nya dimana-mana yaaa... Urusan sekolah aja deh, bayangin aja dia yang sarjana bahasa bisa-bisanya dapet kesempatan kuliah S2 di bidang kesehatan. Melenceng jauuuuuuhhhhhh...tapi kok ya dia nyambung aja. Hmmm...

Sudahlah, itu keberuntungan namanya. Banyakin bersyukur aja, nggak semua orang bisa begitu.
Nah, sekarang ini lagi ribet-ribetnya bikin tesis. Secara kuliah dia tanpa sponsor satupun, makanya kudu buru-buru selesai. Makanya, di semester ketiganya ini, dia juga buru-buru bikin tesis dan harus segera menyelesaikannya.

Dan gara-gara dia susun tesis juga, aku jadi ikut-ikutan ribet. Gara-garanya adalah judul tesis dia yang nyerempet-nyerempet sama kerjaanku. Sambil menyelam minum air katanya. Daripada pake judul lain dan dia malah kesulitan cari responden buat penelitiannya, mending pake judul yang sebelum judulnya dibuat, responden udah disediakan.
Yaaaa gitu deh, ceritanya Abrorku ambil judul tentang coping mekanisme pada remaja korban KTD yang memutuskan untuk prolife. Karena hal itulah makanya kita bolak-balik ke PIA. Tempat paling mudah nemuin remaja KTD yang prolife adalah di PIA, hmmm...makanya baik-baik sama suster ya, hehehe...

Dan karena hal itu juga, aku buka-buka lagi file-file KTD.
Belajar lagi hal-hal yang berhubungan dengan KTD, terori-terori prolife-prochoice, belajar soal aborsi lagi, baca-baca teori coping...banyak deh, sampe sering banget kita "rame" memperdebatkan teori-teori yang sedang kita baca. Teori-teori yang sama sekali nggak pernah kubayangkan bakal kubaca apalagi kupelajari, haha...

Intinya bukan itu....
Yang kurasakan sebenernya bukan serunya "belajar" lagi bersama Abrorku. Yang kurasakan sebenernya adalah kesedihan.
Sueeerrr beneran sedih lagi, ketika kubuka-buka file KTD dan kudapati lagi kenyataan bahwa nggak kurang dari 4-6 remaja KTD yang datang dan curhat soal masalahanya pada kami. Kenyataan bahwa buanyaaaaakkkk....dan pasti lebih banyak lagi remaja di luar sana yang nggak datang dan curhat karena KTD. Nggak percaya?? Tuuuuhhh di tipi banyak kan yang ketangkep sedang "beranak" sama dokter gadungan, bidan abal-abal atau dukun yang rumahnya di pinggir kali *kodok kallleeee* atau yang akhirnya cuma mati sia-sia di empang orang dibunuh pacarnya karena nuntut nikah....banyak kaaannnn... banyak tauuuu.....

Dan ngerti nggak sih kalau ternyata mereka yang datang dengan KTD itu berasal dari latar belakang yang beda-beda dan sebagian besar dari mereka justru berasal dari latar belakang yang menurut kacamata kebanyakan kita, dia nggak mungkin KTD. Karena dia berasal dari keluarga yang berpendidikan, penuh kasih sayang, berkecukupan hidupnya, dekat dan selalu curhat dengan ortunya, dikelilingi oleh orang-orang yang selalu menyayanginya bahkan latar belakang agama yang begitu baik. Ah, ternyata itu semua nggak menjamin remaja kita bakal "aman-aman" aja, kalau nggak diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman seksualitas yang baik.

Kalau soal matematika, biologi, kimia, ilmu ekonomi dll mungkin bisa dipenuhi dengan memberi kita pendidikan yang baik, menyekolahkan kita di sekolah yang paling bagus.
Kalau soal budi pekerti, bagaimana menghargai orang lain dan saling mencintai sesama, mungkin bisa kita dapatkan dari ortu di rumah, dengan membangun relasi yang baik antara anak-ortu, mengajarkan pola asuh yang "sempurna" di rumah kita.
Kalau soal dosa, azab, kebaikan dunia-akhirat, surga-neraka, mencari pahala sebanyak-banyaknya dan mendapat ridoNya atas setiap yang kita lakukan, jawabannya pasti kita harus belajar ilmu agama.
But, ini yang sering kita semua lupa. Sekolah udah, pola asuh di rumah "sempurna", agama apalagi *jangan ditanya deh pokoknya*... tapi kita lengah, bahwa anak-anak kita di luar sana dipastikan sebenernya punya kehidupan sendiri. Yang kadang-kadang kehidupannya beda banget dengan apa yang kita lihat di rumah. Yang mereka punya pola sendiri, aturan bahkan undang-undang atau hukum baru yang ala mereka. Yang suka nggak suka mereka akan menduplikasi lingkungan dan teman sebayanya.

Sebanyak apa sih waktu kita buat anak-anak kita?
Yakin nih, waktu mereka pergi keluar rumah dengan mencium tangan kita dan pulang juga dia lakukan hal yang sama artinya dijamin nggak akan terjadi apa-apa sama anak-anak kita?
Yakin nih, bekal tiga hal tadi cukup membentenginya dari kemungkinan KTD?
Nggak cuma KTD man, berbagai macam penyakit menular juga mengintai mereka lhooo....

Kenapa sih aku meributkan KTD?
Karena mereka yang KTD dan akhirnya datang curhat dipastikan sudah putus asa dengan masa depannya. HANCUR man, hancur tuh masa depan. Terancam putus sekolah, bakal dikucilkan dari lingkungan, beban dosa besar yang ditanggung apalagi menghadapi kenyataan bakal "beranak" sebelum waktunya. Kalu udah gini nggak cuma berdampak secara psikologis aja, tapi secara fisik pun mereka akan menanggung bebannya...

Sooooooo.....
kasih anak-anak kita balancing. Yakin seyakin yakinnya kalau "pola asuh" yang kita terapkan di rumah bisa dicerna maksud dan tujuannya oleh pola pikir "anak-anak" kita. Pendidikan formal, pendidikan budi pekerti, pola asuh yang baik serta pendidikan agama, nggak ada salahnya dilengkapi dengan pendidikan seksualitas.
Karena yakin deh, klien-klien ku tadi berasal dari latar belakang yang nyaris "sempurna". Hanya 20% nya aja yang memang "anak bandel" yang nggak keurus, nggak ada bekal pengetahuan dan agama cuma formalitas aja. Sisanya....adalah mereka yang kuceritakan tadi.

Suer deh...
Belajar seksualitas itu sangat menyenangkan, jauh dari kesan menjijikkan apalagi tabu.
Janji deh, habis ini postingannya soal bagaimana belajar seksualitas dari nol. Step by step nya kita berikan ke anak-anak kita sejak usia mereka 0 tahun. Yukkk....
Janji!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar